Berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam
Berdasarkan naskah tua dan
catatan-catatan sejarah, Kerajaan Aceh Darussalam dibangun diatas
puing-puing kerajaan-kerajaan Hindu dan Budha seperti Kerajaan Indra
Purba, Kerajaan Indra Purwa, Kerajaan Indra Patra dan Kerajaan Indra
Pura Dari penemuan batu-batu nisan di Kampung Pande salah satu dari batu
nisan tersebut terdapat batu nisan Sultan Firman Syah cucu dari Sultan
Johan Syah, maka terungkaplah keterangan bahwa Banda Aceh adalah ibukota
Kerajaan Aceh Darussalam yang dibangun pada hari Jumat, tanggal 1
Ramadhan 601 H ( 22 April 1205 M) yang dibangun oleh Sultan Johan Syah
setelah berhasil menaklukkan Kerajaan Hindu/Budha Indra Purba dengan
ibukotanya Bandar Lamuri.
Tentang Kota Lamuri ada yang
mengatakan ia adalah Lam Urik sekarang terletak di Aceh Besar. Menurut
Dr. N.A. Baloch dan Dr. Lance Castle yang dimaksud dengan Lamuri adalah
Lamreh di Pelabuhan Malahayati (Krueng Raya sekarang). Sedangkan
Istananya dibangun di tepi Kuala Naga (kemudian menjadi Krueng Aceh) di
Kampung Pande sekarang ini dengan nama Kandang Aceh. Dan pada masa
pemerintahan cucunya Sultan Alaidin Mahmud Syah, dibangun istana baru di
seberang Kuala Naga (Krueng Aceh) dengan nama Kuta Dalam Darud Dunia
(dalam kawasan Meligoe Aceh atau Pendopo Gubernur sekarang) dan beliau
juga mendirikan Mesjid Djami Baiturrahman pada tahun 691 H.
Banda Aceh Darussalam sebagai
ibukota Kerajaan Aceh Darussalam dan sekarang ini merupakan ibukota
Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam telah berusia 808 tahun (tahun 2013 M)
merupakan salah satu Kota Islam Tertua di Asia Tenggara. Seiring dengan
perkembangan zaman Kerajaan Aceh Darussalam dalam perjalanan sejarahnya
telah mengalami zaman gemilang dan pernah pula mengalami masa-masa
suram yang menggentirkan.
Adapun Masa gemilang Kerajaan
Aceh Darussalam yaitu pada masa pemerintahan Sultan Alaidin Ali Mughayat
Syah, Sultan Alaidin Abdul Qahhar (Al Qahhar), Sultan Alaidin Iskandar
Muda Meukuta Alam dan Sultanah Tajul Alam Safiatuddin.
Sedangkan masa percobaan berat,
pada masa Pemerintahan Ratu yaitu ketika golongan oposisi Kaum Wujudiyah
menjadi kalap karena berusaha merebut kekuasaan menjadi gagal, maka
mereka bertindak liar dengan membakar Kuta Dalam Darud Dunia, Mesjid
DJami Baiturrahman dan bangunan-bangunan lainnya dalam wilayah kota.
Kemudian Banda Aceh Darussalam
menderita penghancuran pada waktu pecah Perang Saudara antara Sultan
yang berkuasa dengan adik-adiknya, peristiwa ini dilukiskan oleh Teungku
Dirukam dalam karya sastranya, Hikayat Pocut Muhammad.
Masa yang amat getir dalam
sejarah Banda Aceh Darussalam pada saat terjadi Perang Dijalan Allah
selama 70 tahun yang dilakukan oleh Sultan dan Rakyat Aceh sebagai
jawaban atas ultimatum Kerajaan Belanda yang bertanggal 26 Maret 1837.
Dan yang lebih luka lagi setelah Banda Aceh Darussalam menjadi puing dan
diatas puing Kota Islam yang tertua di Nusantara ini Belanda mendirikan
Kutaraja sebagai langkah awal Belanda dari usaha penghapusan dan
penghancuran kegemilangan Kerajaaan Aceh Darussalam dan ibukotanya Banda
Aceh Darussalam.
Sejak itu ibukota Banda Aceh
Darussalam diganti namanya oleh Gubernur Van Swieten ketika penyerangan
Agresi ke-2 Belanda pada Kerajaan Aceh Darussalam tanggal 24 Januari
1874 setelah berhasil menduduki Istana/Keraton yang telah menjadi
puing-puing dengan sebuah proklamasinya yang berbunyi :
Bahwa Kerajaan Belanda dan Banda
Aceh dinamainya dengan Kutaraja, yang kemudian disahkan oleh Gubernur
Jenderal di Batavia dengan beslit yang bertanggal 16 Maret 1874,
semenjak saat itu resmilah Banda Aceh Darussalam dikebumikan dan diatas
pusaranya ditegaskan Kutaraja sebagai lambang dari Kolonialisme.
Pergantian nama ini banyak
terjadi pertentangan di kalangan para tentara Kolonial Belanda yang
pernah bertugas dan mereka beranggapan bahwa Van Swieten hanya mencari
muka pada Kerajaan Belanda karena telah berhasil menaklukkan para
pejuang Aceh dan mereka meragukannya.
Awal Penetapan Kota Banda Aceh
Setelah 89 tahun nama Banda Aceh
Darussalam telah dikubur dan Kutaraja dihidupkan, maka pada tahun 1963
Banda Aceh dihidupkan kembali, hal ini berdasarkan Keputusan Menteri
Pemerintahan Umum dan Otonomi Daerah bertanggal 9 Mei 1963 No. Des
52/1/43-43. Dan semenjak tanggal tersebut resmilah Banda Aceh menjadi
nama ibukota Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam bukan lagi Kutaraja
hingga saat ini.
Sejarah duka kota Banda Aceh
yang masih segar dalam ingatan adalah terjadinya bencana gempa dan
tsunami pada hari Minggu tanggal 26 Desember 2004 telah menghancurkan
sepertiga wilayah Kota Banda Aceh. Ratusan ribu jiwa penduduk menjadi
korban bersama dengan harta bendanya menambah kegetiran warga Kota Banda
Aceh. Bencana gempa dan tsunami ini dengan kekuatan 8,9 SR tercatat
sebagai peristiwa terbesar sejarah dunia dalam masa dua abad terakhir
ini.
No comments:
Post a Comment